Tafsir
Syahru Ramadhaan adalah mubtada’, yang khabarnya ialah kalimat sesudahnya, atau khabar dari mubtada’ yang mahdzuf, yang taqdirnya ialah Dzaalikum syahru ramadhaana (beberapa hari yang di tentukan itu ialah bulan Ramadhan), atau badal dari as-Shiyam, berdasarkan hadzful mudhaf. Yakni: Kutiba ‘alaikumush-Shiyaamu shiyaamu syahri ramadhaana (diwajibkan kepadamu berpuasa, yaitu puasa bulan Ramadhan).Syahru dibaca mansub atas dasar adanya kata-kata Shuumuu yang mudhmar, atau atas dasar bahwa Syahra adalah maf’ul dari Wa ‘an tashuumuu, akan tetapi uraian yang terakhir ini dha’if atau badal dari Ayyaaman ma’duudaat.
Dan asy-Syahru adalah dari kata asy-Syuhrah (kemasyhuran). Sedang Ramadhan adalah masdar dari Ramadha, yang artinya: terbakar.
Kata-kata Syahru di-mudhaf-kan kepadanya, sedang ia dijadikan isim ‘alam, dan tidak boleh diberi alif maupun tanwin, sebagaimana kata-kata Da’yah ketika sudah menjadi Ibnu Da’yah, gelar dari burung, dikarenakan sudah menjadi isim ‘alam dan mu’annats.
Adapun sabda Rasulullah SAW: “Man Shaama ramadhaana,” maka dasarnya adalah Hadzful mudhaf, karena tidak diragukan lagi.
Dan bulan Ramadhan mereka sebut demikian, tak lain karena barangkali mereka terbakar pada bulan itu disebabkan oleh panasnya rasa lapar dan haus, atau karena terbakarnya dosa-dosa di waktu itu, atau karena bulan itu terjadi pada musim ramadh, yakni musim panas di kala mereka mengalihkan nama-nama bulan dari bahasa kuno.
“Yang di dalamnya diturunkan al-Qur’an.” Maksudnya yang di dalamnya Al-Qur’an mulai diturunkan, yaitu pada malam Qadar. Atau di dalamnya al-Qur’an diturunkan seluruhnya ke langit yang terendah, selanjutnya secara berangsur-angsur ke bumi. Atau, diturunkan ayat al-Qur’an mengenai bulan Ramadhan, yaitu firman Allah Ta’ala:
“Diwajibkan atas kamu puasa.”
Dan diriwayatkan dari Nabi SAW: “Lembaran-lembaran Ibrahim AS diturunkan pada malam pertama bulan Ramadhan, Taurat diturunkan pada malam keenam Ramadhan, Injil pada malam kesepuluh, dan Zabur pada malam kedelapan belas Ramadhan, sedang al-Qur’an pada malam kedua puluh empat.”
Sedang Isim maushul beserta jumlah shilah-nya, adalah khabar dari mubtada’, atau sifatnya, sedang khabar-nya ialah Faman syahida. Sedang huruf fa adalah untuk mensifati mubtada’ dengan sifat yang memuat makna syarath. Dan hal ini memberi pengertian, bahwa diturunkannya al-Qur’an pada bulan Ramadhan itulah yang menjadi sebab diwajibkannya puasa secara khusus pada bulan itu.
“Sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelas-penjelas mengenai petunjuk itu dan pembela.” Hudan lin-naasi wa bayyinaatin minal hudaa wal-furqaani, adalah hal dari al-Qur’an. Maksudnya: al-Qur’an diturunkan pada bulan Ramadhan, sedang ia merupakan petunjuk Allah bagi umat manusia dengan kemu’jizatannya dan ayat-ayatnya yang terang, yang dapat menunjukkan kepada kebenaran, dan membedakan antara kebenaran dan kebatilan, dikarenakan al-Qur’an memuat hikmah-hikmah dan hukum-hukum. (Qadhi Baidhawi)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, bahwa dia berkata, Sabda Rasulullah SAW: “Tersungkurlah hidung seseorang (maksudnya, ia ditimpa kehinaan dan kerendahan) yang aku disebut di sisinya, sedang dia tidak membaca shalawat untukku. Dan tersungkurlah hidung seseorang, yang kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya ada di sisinya, sedang dia tidak melakukan sesuatu perbuatan untuk memenuhi hak keduanya, yang didatangi bulan Ramadhan , sedangkan Ramadhan itu usai dia belum mendapat ampunan. Karena Ramadhan adalah bulan rahmat dan ampunan dari Allah Ta’ala. Jadi, kalau dia tidak diampuni pada bulan itu, maka merugilah dia.” (Zubdatul Wa’izhin)
Artikel Menarik Lainnya:
Sedang Isim maushul beserta jumlah shilah-nya, adalah khabar dari mubtada’, atau sifatnya, sedang khabar-nya ialah Faman syahida. Sedang huruf fa adalah untuk mensifati mubtada’ dengan sifat yang memuat makna syarath. Dan hal ini memberi pengertian, bahwa diturunkannya al-Qur’an pada bulan Ramadhan itulah yang menjadi sebab diwajibkannya puasa secara khusus pada bulan itu.
“Sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelas-penjelas mengenai petunjuk itu dan pembela.” Hudan lin-naasi wa bayyinaatin minal hudaa wal-furqaani, adalah hal dari al-Qur’an. Maksudnya: al-Qur’an diturunkan pada bulan Ramadhan, sedang ia merupakan petunjuk Allah bagi umat manusia dengan kemu’jizatannya dan ayat-ayatnya yang terang, yang dapat menunjukkan kepada kebenaran, dan membedakan antara kebenaran dan kebatilan, dikarenakan al-Qur’an memuat hikmah-hikmah dan hukum-hukum. (Qadhi Baidhawi)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, bahwa dia berkata, Sabda Rasulullah SAW: “Tersungkurlah hidung seseorang (maksudnya, ia ditimpa kehinaan dan kerendahan) yang aku disebut di sisinya, sedang dia tidak membaca shalawat untukku. Dan tersungkurlah hidung seseorang, yang kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya ada di sisinya, sedang dia tidak melakukan sesuatu perbuatan untuk memenuhi hak keduanya, yang didatangi bulan Ramadhan , sedangkan Ramadhan itu usai dia belum mendapat ampunan. Karena Ramadhan adalah bulan rahmat dan ampunan dari Allah Ta’ala. Jadi, kalau dia tidak diampuni pada bulan itu, maka merugilah dia.” (Zubdatul Wa’izhin)
Artikel Menarik Lainnya:
- Ketentraman Hati dengan Musyahadah Kekuasaan Allah...
- Keutamaan Ibadah di Bulan Ramadhan
- Keutamaan Ilmu
- Keutamaan Puasa
- Keutamaan Bulan Ramadhan
- Permohonan Ampun Malaikat Untuk Orang Mukmin
- Keterangan Tentang Neraka
- Berlaku Adil dan Berbuat Kebajikan
- Celaan Terhadap Pemakan Riba
- Keutamaan Sedekah di Jalan Allah
Demikianlah pengetahuan tentang "Keutamaan Bulan Ramadhan" semoga artikel ini bermanfaat untuk pembaca setia halaman kami, terima kasih sudah berkunjung di halaman sederhana ini, Mari jadikan segalanya lebih sempurna lagi...
No comments:
Post a Comment